Jakarta (ANTARA) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama-sama mengembangkan sistem cikal bakal deteksi gempa dengan magnitudo di atas 6,5.
“Mulai tahun 2021, penelitian bersama BMKG dan LIPI akan dilakukan untuk penelitian prekursor gempa, dengan fokus pada gempa dengan potensi kerusakan,” kata Rahmad Triyono, Kepala Pusat Seismologi, Potensi Teknologi Geofisika, dan Rambu Waktu BMKG. dalam sebuah pernyataan di sini pada hari Minggu.
Triyono menyatakan penelitian tersebut untuk mengupgrade dan meningkatkan prekursor yang dimiliki BMKG.
“Saat ini, tahap awal yang dikembangkan BMKG belum bisa mendeteksi secara tepat atau tepat gempa dengan magnitudo besar atau kekuatan lebih dari 6,5,” ujarnya.
Meskipun sistem yang ada belum dapat mendeteksi secara akurat gempa bumi yang berpotensi merusak, namun prekursor tersebut memiliki akurasi yang cukup baik (antara 60-70 persen) untuk gempa dengan magnitudo 5 hingga 6.
Keakuratan prekursor gempa yang dikembangkan BMKG dengan geomagnet bekerja lebih baik dengan akurasi 80-90 persen jika gempa berkekuatan sekitar atau kurang dari 5.
“Ketepatan dalam mengidentifikasi gempa besar masih kurang baik, tetapi sudah mulai meningkat untuk gempa dengan magnitudo sekitar 5,” katanya.
Prekursor gempa dengan metode geomagnetik masih dalam pengembangan, namun informasinya terbatas pada penggunaan internal BMKG, karena sebagian besar gempa dengan magnitudo 5 tidak berbahaya atau bahkan tidak diketahui oleh publik, sehingga BMKG mengembangkannya lebih lanjut.
“Dengan demikian, prekursor ini akan mampu memprediksi gempa lebih besar dari 6 magnitudo,” katanya.
Selain itu, (BMKG dan LIPI) juga akan mengembangkan prekursor gempa dengan menggabungkan metode yang berbeda untuk mengkonfirmasi parameter prekursor gempa yang dikembangkan, seperti seismik Vp/Vs, riwayat gempa, radon, suhu tanah dan TEC (total electron content) ,” kata Triyono.