Jakarta (ANTARA) – Fenomena hujan es yang dilaporkan di beberapa wilayah di Jawa Timur dipicu oleh konveksi massa udara yang signifikan dalam skala lokal-regional, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Hujan es umumnya dapat terjadi dari sistem awan cumulonimbus yang menjulang tinggi dengan kondisi labilitas udara yang signifikan, artinya dapat membentuk butiran es di awan berukuran besar,” kata Kepala Badan Prakiraan Cuaca dan Peringatan Dini BMKG Miming Saepudin di Jakarta, Senin.
Fenomena ‘downdraft’ kuat atau aliran massa udara ke bawah, yang terjadi di sistem awan cumulonimbus, terutama pada fase matangnya, dapat menyebabkan terbentuknya butiran es yang sangat besar, jelasnya.
Butir es ini jatuh ke dasar awan dan kemudian disaksikan sebagai hujan es, tambahnya.
“Kecepatan downdraft awan cumulonimbus cukup signifikan, sehingga dapat menyebabkan butir-butir es yang keluar dari awan tidak cepat mencair di udara, bahkan sampai ke permukaan bumi masih berupa butiran-butiran es. Ini yang dikenal dengan fenomena hujan es,” urai Saepudin.
Berita Terkait: Prakiraan BMKG hujan es, cuaca ekstrim di Jawa
Fenomena hujan es biasanya bertepatan dengan terjadinya angin kencang, katanya.
Selain itu, selama Maret-April, masyarakat harus mewaspadai kemungkinan cuaca ekstrem, seperti hujan es, puting beliung, serta hujan lebat disertai kilat dan angin kencang, menurut BMKG.
Sebelumnya, hujan es disertai hujan lebat dan angin kencang dilaporkan terjadi di beberapa wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur, pada Senin sore. Hujan es juga terlihat di wilayah Madiun, Nganjuk, dan Kediri.
Di provinsi tetangga Jawa Tengah, hujan es tercatat di kawasan Tembalang, Kota Semarang, sekitar pukul 16.00 hingga 17.30 waktu setempat, Senin.
Berita Terkait: Beberapa rute penerbangan ke Makassar dialihkan karena cuaca buruk