KUCHING, 7 Maret — Baruk (rumah bundar tradisional Bidayuh) berusia 200 tahun di Kampung Gumbang kini dilestarikan sebagai objek wisata di distrik Bau, kata anggota majelis Serembu Miro Simuh.
Dia mengatakan, Baruk yang sudah berdiri selama lebih dari 200 tahun ini baru saja direnovasi dan dipugar di bawah Program Transformasi Pedesaan (RTP) Serembu.
“Baruk ini merupakan tempat penyimpanan tengkorak, tanduk, dan unsur mistis lainnya oleh warga desa,” katanya.
Menyebutnya “Warisan Baruk”, katanya, akan menjadi bagian dari Paket Wisata Desa Warisan Gumbang yang akan terintegrasi dengan berbagai produk di sekitarnya, termasuk Border Walk to Malaysia-Indonesia Border.
Ia mengatakan, produk wisata lainnya di Gumbang antara lain kunjungan ke bekas Kamp Tentara Australia yang menjadi lokasi Konfrontasi Malaysia-Indonesia 1963, mendaki Gunung Opui dan pertunjukan budaya dan kuliner lokal di Pusat Kebudayaan Bigumbang.
A Baruk, atau dikenal sebagai Pangah di daerah Bidayuh lainnya, adalah bagian utama dari desa tradisional Bidayuh.
Pada masa lalu, itu adalah pusat untuk berbagai keperluan termasuk sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Bidayuh dan ruang pertemuan.
Juga berfungsi sebagai tempat upacara budaya dan tempat praktek ‘Adat Oma’ (upacara keagamaan lama).
Catatan tertulis paling awal dari Baruk Bidayuh berasal dari tahun 1840-an dengan administrator kolonial Inggris dan naturalis Sir Hugh Low telah menulis catatan awal tentang Baruk di Sarawak, Penghuni dan Produksinya (1848). — Borneo Post Online