TEMPO.CO, jakarta – Ribuan buruh Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta pada Sabtu, 14 Januari 2018, mendesak DPR menolak Perpu Cipta Kerja. Kritikus mengatakan bahwa keputusan presiden akan mengikis hak karyawan dan perlindungan lingkungan.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan keputusan darurat bulan lalu, menggantikan undang-undang ketenagakerjaan yang kontroversial. Beberapa ahli hukum mengatakan langkah itu melanggar putusan pengadilan.
Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Cipta Kerja 2020 cacat, mengatakan tidak ada konsultasi publik yang cukup sebelum undang-undang itu disahkan. Ini memerintahkan anggota parlemen untuk menyelesaikan proses baru pada bulan November.
Pengunjuk rasa Damar Panca Mulia, 38, menyebut keputusan itu sebagai taktik pemerintah untuk memastikan pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan.
“Peraturan ini menurunkan kesejahteraan pekerja, mengurangi perlindungan tenaga kerja dan menyebabkan kerusakan yang meluas – pada masalah pertanian, lingkungan, perlindungan perempuan,” katanya. “Penciptaan lapangan kerja harusnya sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja, tapi Perpu justru bertentangan dengan itu. Makanya kami menentangnya.”
Pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan “Katakan tidak pada outsourcing”, sementara yang lain memasang spanduk bertuliskan “Tolak Perpu Cipta Kerja karena tidak ada situasi darurat”.
Joko Heriono, 59 tahun, mengatakan peraturan itu menciptakan ketidakpastian bagi pekerja karena mereka dapat dengan mudah dipecat dan mendapatkan pesangon yang lebih rendah.
Ketua Serikat Pekerja Said Iqbal mengatakan outsourcing dan aturan upah minimum dalam keputusan itu menjadi salah satu isu yang memprihatinkan.
“Kami tidak ingin negara hanya menjadi agen para pengusaha kotor yang melemahkan kesejahteraan buruh,” kata Iqbal kepada wartawan.
UU Cipta Kerja, yang merevisi lebih dari 70 undang-undang lainnya, disambut baik oleh investor asing karena memangkas birokrasi.
Parlemen akan menilai kedudukan hukum Perpu dalam sidang saat ini, kata wakil ketuanya minggu ini. Pekan lalu, sekelompok masyarakat Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materi terhadap peraturan tersebut.
REUTERS
Klik di sini untuk mendapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News