Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyiapkan strategi pencegahan kebakaran hutan dan lahan berdasarkan prakiraan penurunan intensitas hujan pada 2023, sehingga Indonesia berisiko mengalami kekeringan lebih parah dibandingkan tiga tahun terakhir.
“Tahun 2023 diprediksi kekeringan akan (lebih intens) dibanding tahun 2022, 2021, dan 2020. BNPB sedang menyiapkan langkah-langkah preventif, agar kebakaran hutan dan lahan tetap terkendali,” Kepala BNPB kata Suharyanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Jika intensitas hujan turun, maka risiko kebakaran hutan dan lahan juga akan semakin tinggi karena lahan akan semakin kering, ujarnya.
Hal itu disampaikan Suharyanto dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2023 di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Jumat, 20 Januari 2018.
Langkah preventif mereka mulai dari koordinasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah; penyiapan operasi darat dan udara; dan memanfaatkan teknologi modifikasi cuaca.
“Tahun 2023, (kami) berencana menyiapkan helikopter lagi, sekitar 49 helikopter. Kalau masih kurang, BNPB akan berusaha memenuhi kebutuhan. Helikopter untuk patroli dan water bombing, kemudian (memanfaatkan) teknologi modifikasi cuaca untuk merekayasa cuaca, serta menyiapkan dana siap pakai untuk operasional,” tandasnya.
Suharyanto mengimbau kepada pemerintah daerah untuk menetapkan status darurat, karena badan tersebut tidak dapat memberikan dukungan jika status tersebut belum ditetapkan.
“Dana BNPB bisa (dialokasikan) untuk mendukung daerah, asalkan ada status emergency alert atau tanggap darurat,” imbuhnya.
Selain itu, upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2022 telah menunjukkan hasil yang baik, dengan luasan yang terbakar mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu, dari 358.867 hektar pada tahun 2021 menjadi 204.894 hektar pada tahun 2022.
Pada 2022, BNSP mengirimkan 55 unit helikopter untuk melakukan water bombing dan 33 unit untuk patroli.
Alam juga menjadi faktor dalam penurunan area yang dilanda kebakaran. Pada tahun 2022, intensitas curah hujan jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2021.
Berita Terkait: Teknologi desalinasi dapat membantu mengatasi krisis air bersih: BRIN
Berita Terkait: Efek cuaca ekstrim di Lanny Jaya tertangani dengan baik: KSP
Berita Terkait: BMKG keluarkan peringatan dini kekeringan di Nusa Tenggara Timur