Tepat pada tahun 1918, dunia diguncang oleh epidemi flu mematikan yang dikenal sebagai flu Spanyol. Para peneliti dan sejarawan percaya bahwa wabah flu Spanyol menewaskan 20 juta hingga 100 juta orang dalam dua tahun, antara 1918 dan 1920. Itu bahkan disebutkan dalam penelitian wartawan Layanan Dunia BBC Fernando Duarte, flu Spanyol membunuh lebih banyak orang daripada korban Perang Dunia I.
Sekarang setelah lebih dari 100 tahun kemudian, seluruh dunia telah dihantam lagi oleh pandemi yang tidak kalah dahsyatnya, yaitu serangan virus SARS-CoV-2. Hampir semua negara juga merasa sulit untuk keluar dari dampak dan korban yang terus berjatuhan. Namun, banyak yang bisa dipelajari dari pandemi flu Spanyol.
Menurut peneliti dalam sejarah wabah dari Universitas Indonesia Syefri Luwis, Pulau Jawa adalah salah satu pusat epidemi flu Spanyol pada waktu itu. Karena populasi yang sangat padat pada saat itu, dan juga karena kontradiksi di mana para pengusaha masih bersikeras melakukan perjalanan dengan kapal.
Flu Spanyol ini dapat menyebar dengan sangat cepat di Hindia Belanda, karena tidak ada larangan masyarakat untuk berkumpul oleh pemerintah Hindia Belanda, meskipun telah diperingatkan oleh Dinas Kesehatan.
“Tapi ternyata, direktur kehakiman mengatakan bahwa orang tidak boleh dilarang berkumpul karena akan menimbulkan keresahan. Itulah yang ternyata penyakitnya dapat menyebar dengan sangat cepat,” Syefri menjelaskan dalam dialog Satuan Tugas di BNPB Jakarta Graha , Kamis (30/7).
Salah satu pelajaran terbaik dalam sejarah dapat diambil dari langkah-langkah sosialisasi pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu. Syefri menjelaskan, meskipun dianggap terlambat bagi pemerintah Hindia Belanda untuk menerbitkan dua buku dengan pendekatan lokal dan budaya, wabah flu perlu dihargai.
Salah satunya adalah dengan menerbitkan buku-buku dalam bahasa Jawa Honocoroko dan menggunakan tokoh-tokoh boneka, ini memudahkan informasi menjangkau masyarakat.
“Mereka menulisnya dalam bahasa yang sangat lokal, Honocoroko Jawa, dan di dalamnya dengan tokoh-tokoh wayang. Jadi itu menyentuh hati orang-orang,” kata Syefri.