jakarta [Indonesia]4 September (ANI): Kemitraan antara lembaga penelitian Indonesia dan China menjadi bagian yang semakin menonjol dari strategi “kekuatan lunak” Beijing untuk meningkatkan citranya di negara tersebut.
Muhammad Zulfikar Rakhmat, dosen Universitas Islam Indonesia, menulis di The Diplomat, mengatakan bahwa strategi China sangat penting bagi kebijakan luar negeri politik dan ekonominya di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Penting untuk dicatat bahwa ada persepsi negatif yang berkembang di antara orang Indonesia karena ketegasannya di Laut Cina Selatan, kebijakannya terhadap Uyghur di wilayah Xinjiang di Cina barat, dan aktivitas ekonominya yang berkembang di negara itu.
China terutama terlibat dengan think tank Indonesia melalui Network of ASEAN-China Think Tanks (NACT) yang termasuk sebagai anggota 10 think tank Asia Tenggara.
NACT pertama kali diprakarsai oleh Perdana Menteri China Li Keqiang pada tahun 2013, dengan tujuan untuk “mengkontribusikan karya ilmiah untuk ‘dekade berlian’ kemitraan strategis China-ASEAN.” NACT mengadakan pertemuan dan seminar rutin dengan think tank anggotanya di negara-negara ASEAN untuk membahas kemajuan proyek-proyek yang didanai China dan untuk mengidentifikasi potensi peluang masa depan untuk kolaborasi.
China juga sering mengundang perwakilan dari think tank dan cendekiawan lainnya untuk menghadiri pertemuan di China di mana para pejabat China mendorong narasi resmi pemerintah tentang isu-isu seperti Hubungan ASEAN-China, pembangunan global, dan perselisihan di Laut China Selatan, kata Rakhmat.
Wang Zhen, kandidat PhD di University of Albany, SUNY, telah melaporkan secara rinci tentang keterlibatan China dengan lembaga think tank di seluruh ASEAN.
Lembaga koordinator pelibatan think-tank Cina di Indonesia adalah Pusat Studi ASEAN di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Seorang mantan peneliti di pusat tersebut mengatakan kepada The Diplomat bahwa think-tank tersebut telah menerima dana dari pemerintah China untuk pengembangan kapasitas dan untuk partisipasi stafnya dalam kursus singkat dan lokakarya di China.
Selain ASEAN Studies Center, think tank Indonesia lainnya yang sering berpartisipasi dalam kegiatan dengan rekan-rekan Cina mereka termasuk The Habibie Center, Center for Chinese Studies, dan Center for Strategic and International Studies (CSIS).
CSIS Indonesia telah melakukan penelitian untuk Kedutaan Besar China di Indonesia dan menerima dana dari Institut Nasional China untuk Studi Laut China Selatan untuk melakukan penelitian tentang perikanan dan perdamaian di Laut China Selatan.
Selain itu, China juga telah bermitra dengan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang telah menyelenggarakan berbagai acara tentang China bekerja sama dengan Kedutaan Besar China di Jakarta.
Dalam pandangan Beijing, lembaga think tank dapat berfungsi sebagai platform penting untuk mengubah opini publik di Indonesia dan menyebarkan narasinya sendiri.
Melalui mensponsori dan menyelenggarakan acara bersama, menerbitkan penelitian bersama, dan mendanai proyek penelitian di lembaga think tank Indonesia, China berharap dapat melengkapi pendidikan, media, dan diplomasi “Islam” di negara tersebut, kata Rakhmat. (ANI)