TEMPO.CO, Jakarta – Jaksa menuntut hukuman penjara lima tahun dan denda 400 juta rupee – diganti dengan enam bulan penjara – untuk mantan menteri Edhy Prabowo dalam hal transplantasi ekspor benih lobster.
Menurut jaksa, Edhy, mantan menteri angkatan laut dan perikanan, menerima suap sebagai imbalan atas izin ekspor benih lobster.
Jaksa juga meminta tuntutan pidana tambahan sebesar Rs 9 miliar dan kompensasi US$ 77.000.
“Jika terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan dari hukuman, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika terdakwa tidak memiliki cukup aset untuk membayar uang pengganti, dia akan dihukum tambahan dua tahun penjara. .” Jaksa Ronald Worotikan membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada Selasa, 29 Juni.
Jaksa juga menuntut agar Edhy dicabut haknya untuk memilih dalam jabatan publik selama empat tahun setelah menjalani hukuman utama.
Menurut jaksa, mantan menteri itu terbukti menerima suap senilai Rp 24,6 miliar dan US$ 77.000 untuk mempercepat proses pengurusan izin ekspor benih lobster.
Menurut jaksa, uang US$ 77.000 itu berasal dari Suharjito, direktur PT Dua Putera Perkasa. Uang itu diterima Edhy Prabowo melalui Staf Khusus Menteri Safri dan Sekretaris Pribadi Edhy Amiril Mukminin.
Sedangkan Rp 24,6 miliar diberikan oleh eksportir benih lobster lainnya melalui staf khusus Menteri Andreau Misanta Pribadi, Amiril Mukminin, asisten pribadi istri Edhy Ainul Faqih dan komisaris PT Perishable Logistics Indonesia, Siswadhi Pranoto.
Untuk dua kementerian khusus Andreau Misanta Pribadi dan Safri, jaksa menuntut empat setengah tahun penjara dan denda 300 juta rupee – diganti enam bulan penjara.
Sementara itu, Amiril Faqih divonis empat setengah tahun penjara, denda 200 juta rupiah, diganti empat bulan penjara. Ainul Faqih dan Sidwadhi Pranoto dijerat hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta yang bisa diganti empat bulan penjara.
Baca baca: Mantan Menteri Edhy Prabowo didakwa dengan transplantasi ekspor benih lobster
Andita Rahma