TEMPO.CO, jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) berencana mengungkap kasus dugaan Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Telekomunikasi dan Informasi (BTS) pekan depan.
Kepala Bagian Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, kejaksaan akan merilis pengungkapan penuh pekan depan.
“Minggu depan kami akan merilis semuanya. Kami akan menginformasikan [the date],” kata Ketut dalam pesan teks ke tempo pada hari Jumat, 28 Oktober 2022.
Ketut tidak merinci lebih lanjut terkait pemeriksaan yang telah dilakukan kejaksaan. Ketut hanya menyebut banyak saksi yang diperiksa. “Ada banyak saksi [that have been examined],” kata Ketut.
Proyek pembangunan BTS kementerian ini belum menunjukkan perkembangan yang signifikan meski telah diberikan perpanjangan oleh pemerintah hingga akhir tahun lalu. Kembali pada tahun 2021, proyek pembangunan BTS tahap pertama telah disetujui untuk diselesaikan pada Maret 2022. Untuk mencegah melampaui batas waktu, pemerintah mengucurkan dana yang dibutuhkan pada akhir tahun anggaran 2021. Sebagai syarat, kontraktor proyek diminta menyediakan bank penjaminan.
Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul Bakti Feriandi Mirza mengatakan, proyek pembangunan BTS di luar wilayah Papua terkendala masalah di sektor rantai pasokan material dan perangkat telekomunikasi. Di masa pandemi Covid-19, kontraktor kesulitan mendapatkan microchip dari berbagai negara, seperti China.
“Ada kelangkaan microchip, ini efek domino Covid-19 karena produksi melambat,” kata Bakti kepada Tempo, 3 Juni 2022.
Namun kendala di luar wilayah Papua berbeda dengan wilayah Papua. Di Papua, pembangunan BTS oleh konsorsium perusahaan yang terdiri dari Lintas Arta, Huawei, SEI dan IBS dan ZTE terkendala masalah keamanan. Feriandi mengatakan, polisi bahkan sempat memaksa pembangunan dihentikan karena penembakan terhadap delapan pekerja proyek Palapa Ring Timur.
“Juga ada kejadian lain, insiden yang lebih kecil di berbagai daerah di Papua. Intinya kami tidak mau membahayakan pekerja,” kata Bakti.
Di luar Papua, penyelesaian proyek BTS yang ditangani konsorsium Fiberhome sempat menjadi sorotan publik. Baru-baru ini, subkontraktor konsorsium Fiberhome, PT Semesta Energy Services (SES), mengunci beberapa menara di Natuna dan NTT karena belum menerima pembayaran.
Pada Maret 2022, SES menyelesaikan 61,7 persen proyek. Namun, pembayaran untuk proyek tersebut baru dicairkan 35 persen. Bakti kemudian memanggil Fiberhome setelah masalah terkait pembayaran itu sampai ke Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Karena tenggat waktu pembangunan BTS yang terlewat, Fiberhome harus membayar denda puluhan miliar Rupiah kepada pemerintah.
Head of Project Management Implementasi Fiberhome Telkom Infra MTD Consortium, Wang Tao, mengatakan perusahaan terus berupaya menyelesaikan proyek pembangunan BTS tersebut. “Konstruksinya sudah mencapai 76 persen,” kata Wang Tao.
Wang Tao juga menyebutkan bahwa Fiberhome memiliki aturan ketat dalam melakukan pembayaran kepada kontraktor dan sub-kontraktor. “Dan kami selalu membayar tepat waktu untuk setiap pembayaran yang jatuh tempo kepada pemasok dan subkontraktor Fiberhome,” kata Wang Tao.
Anang Latif mengatakan, target pembangunan BTS 4G untuk tahap I dan II yang tertunda yang sedang dibangun Fiberhome akan selesai pada Oktober 2022. Sedangkan proyek yang termasuk dalam tahap III yang dibangun oleh konsorsium Huawei akan dibangun. selesai pada Juli 2022 dan tahap IV dan V yang dibangun oleh konsorsium IBS dan ZTE akan selesai pada Desember 2022.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | VINDRY FLORENTIN | KHAIRUL ANAM
Klik di sini untuk mendapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News