TEMPO.CO, jakarta – Staf Ahli Kepatuhan Perpajakan Kementerian Keuangan, Yon Arsal, mengatakan tren rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) belum dioptimalkan dalam beberapa tahun terakhir. Rasio pajak Indonesia bahkan lebih rendah dari negara lain.
“Tax ratio yang rendah masih menjadi tantangan utama. Oleh karena itu, optimalisasi pajak masih menjadi tujuan utama kebijakan fiskal,” kata Yon di Jakarta, Senin, 25 Juli 2022.
Kementerian Keuangan mencatat tax ratio pada 2021 sebesar 9,11 persen. Meski lebih tinggi dari tahun 2020 yang sebesar 8,33 persen dari PDB, angka ini masih di bawah rasio pajak negara lain. Yon menjelaskan, pemerintah berupaya meningkatkan penerimaan pajak dengan memperbaiki kebijakan dan administrasi. Salah satunya adalah membenahi struktur tax gap yang terdiri dari policy gap dan compliance gap.
Penyempurnaan tersebut tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP dan Reformasi Perpajakan, yang diyakini akan mendorong sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
Sejalan dengan kebijakan tersebut, sistem perpajakan dinilai mampu beradaptasi dengan perubahan struktur, teknologi, dan aktivitas dunia usaha. Di sisi lain, sistem perpajakan dinilai efektif sebagai instrumen kebijakan dan mampu menciptakan keadilan.
Kementerian Keuangan melihat penerimaan pajak mulai menunjukkan tren ekspansi seiring perekonomian memasuki fase pemulihan. Ekspansi penerimaan pajak telah terjadi sepanjang tahun 2021 dan berlanjut pada tahun 2022.
Kementerian Keuangan mencatat rata-rata pertumbuhan penerimaan pajak bulanan terus meningkat dari sekitar 20 persen, kini mencapai 50 persen pada awal 2022. Dia mengklaim kondisi ini didukung oleh faktor pemulihan ekonomi dan dampak perbaikan kebijakan.
RIANI SANUSI PUTRI
Klik di sini untuk mendapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News