Jakarta, CNBC Indonesia – PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mengincar pengelolaan Gunung Emas di Papua, Blok Wabu, bekas tambang PT Freeport Indonesia.
Sebelumnya dikabarkan bahwa potensi cadangan emas blok Wabu di Papua mencapai $ 14 miliar, atau sekitar Rs 207,2 triliun (asumsi kurs Rs 14.800 per dolar AS).
Namun, ternyata jumlah sumber daya emas di blok tersebut kini telah terungkap. Wahyu Sunyoto, Senior Vice President MIND ID Divisi Eksplorasi, mengatakan Blok Wabu memiliki sumber daya emas sebesar 8,1 juta ounces.
Dikalikan dengan harga emas saat ini sekitar $ 1.900 per troy ounce, potensi nilai sumber daya emas di blok ini akan menjadi sekitar $ 15,4 miliar, atau sekitar Rs 227,7 triliun (dengan asumsi nilai tukar Rs 14.800 per dolar AS. Dolar).
Wahyu mengatakan jumlah sumber daya tersebut masih berdasarkan hasil penghitungan sumber daya tahun 1999 untuk kategori tersebut diukur (terukur), ditentukan (dihitung) dan menyimpulkan (diharapkan).
“Ada sekitar 117 juta ton dengan rata-rata 2,16 gram per ton emas dan 1,76 gram per ton kadar potong perak, sekitar 1 gram per ton. Total sumber daya sekitar 8,1 juta ons emas,” katanya dalam workshop online “Mining for Civilization”, Kamis (22/10/2020).
Dia melanjutkan, tim eksplorasi Freeport secara teknis sudah mendata di blok Wabu, sehingga tiap lokasi sudah punya nama keluarga. Oleh karena itu, blok wabu sudah siap untuk kegiatan selanjutnya yaitu pembangunan.
“Sekarang pemerintah Antam tentunya sudah diberi tugas mengurus Wabu. Kami tinggal menunggu sidang selanjutnya,” ujarnya.
Sementara itu, Tri Hartono, General Manager Antomin Geomin and Technology Development Unit, mengatakan pihaknya berterima kasih kepada pemerintah atas mandat pengelolaan Blok Wabu.
“Ini harapan baru Antam jika diminta bekerja di Wabu. Kami siap. Kami punya pengalaman,” ujarnya.
Sebagai kilas balik, Blok Wabu dikembalikan ke pemerintah pusat oleh PT Freeport Indonesia pada awal Juli 2015 sebagai bagian dari kesepakatan amandemen kontrak kerja. Saat itu, Freeport membutuhkan kepastian untuk memperpanjang operasi penambangannya yang akan berakhir pada 2021.
Dalam salah satu butir renegosiasi kontrak, pemerintah pusat meminta Freeport Indonesia memperkecil ruang lingkup operasi penambangannya. Saat itu luas tambang Freeport mencapai 212.950 hektare.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, luas maksimum pemegang izin usaha produksi pertambangan untuk perusahaan pertambangan adalah 25.000 hektare. Artinya luas areal tambang Freeport juga harus dikurangi.
Pada awal Juli 2015, Freeport secara resmi mengembalikan sebagian wilayah penambangannya kepada pemerintah Indonesia dan berkembang menjadi 90.360 hektar. Meski masih di atas batas maksimal wilayah pertambangan yang diatur pemerintah, selebihnya disebut-sebut hanya sebagai wilayah penunjang pertambangan.
(wia)