Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Negara Pemberdayaan BUMN masa Soeharto, Tanri Abeng | mengungkap persoalan seputar badan usaha milik negara alias BUMN. Pertamasehubungan dengan pengawasan.
Ia mengatakan, BUMN kerap bermasalah karena sistem pengawasan di BUMN lemah. Oleh karena itu, ia menilai jajaran kementerian BUMN harus secara aktif mengusut isu-isu tata kelola perusahaan yang baik agar dapat menjalankan peran kontrol dan pengawasan yang efektif.
Dia menambahkan, Kementerian BUMN seharusnya tidak mengandalkan audit dari luar seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mencium korupsi dalam bisnis apa pun.
Pasalnya, jika BPK menciumnya, kerugiannya sudah tinggi. Tak hanya itu, jika BPK menciumnya, hal itu membuktikan dewan pengawas perusahaan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Terakhir kita ikuti ada Asabri dan itu karena pengawasan komisaris kurang atau tidak efektif. Jangan menunggu pemeriksaan BPK, sudah terlambat terjadi kerugian. Ini perlu diblokir direksi yang Anggota komisaris, ”ucapnya di awal buku Akhlak Untuk Negeri. Rabu (6/1).
Kedua Tanri mengatakan itu adalah pola pikir (Cara berpikir) bingung yang sudah di-root.
Ia menemukan bahwa jajaran BUMN kurang mampu mengantisipasi perubahan dan mengadopsi pola pikir kompetitif. Tanri mengatakan pola pikir pegawai BUMN masih kaya akan pola birokrasi dan monopoli.
“Rasa Cara berpikir Banyak birokrasi dan monopoli yang masih bercokol di BUMN dan ini membutuhkan perubahan atau desain ulang agar BUMN kita tidak lagi dipersepsikan sebagai sangkar (champion), ”imbuhnya.
Kualitas lain yang perlu diubah, kata Tanri, adalah semangat politisasi baik di jajaran komisaris maupun direksi BUMN. Dia mengatakan mereka yang duduk di kursi BUMN lebih suka melobi daripada belajar keterampilan baru.
Tak heran, jika sejak menjabat pada 1998, impian BUMN untuk bersaing dengan perusahaan global tak kunjung terwujud.
“Saya punya persepsi (BUMN go global) tidak berfungsi karena tidak ada tekanan dari atas. Kedua, karena politisasi di BUMN. Teman-teman saya lebih memilih lobby daripada belajar ulang, ”pungkasnya.
(baik / delapan)