JAKARTA, KOMPAS.com – Departemen Keuangan menyatakan Indonesia memang mengalami resesi.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Kacaribu mengatakan, kinerja sebenarnya sudah sejak awal tahun ekonomi Indonesia sejak itu melambat perempat Saya-2020.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,97 pada triwulan pertama persen. Jauh lebih rendah dibandingkan triwulan IV-2019 yang sebesar 4,97 persen.
Baca juga: Resesi Indonesia, Kadin: Pengangguran meningkat 5 juta orang
Pada triwulan II-2020, pertumbuhan ekonomi juga semakin melemah dan memasuki zona negatif 5,32 persen.
“Lalu kuartal ketiga kami mengharapkan Di kisaran -2,9 hingga -1 persen, ini berarti sudah terjadi resesi. Perlambatan ekonomi kita semakin melebar, “kata Febrio. konferensi video, Jumat (25.9.2020).
Dia berharap, bagaimanapun, pada kuartal keempat tahun ini kinerja ekonomi semakin membaik.
Di sisi lain, pemerintah juga berambisi agar kinerja perekonomian bisa pulih pada 2021.
Pemerintah juga menargetkan menyusun APBN 2021 untuk pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4,5 hingga 5,5 persen.
“Jika kita melihat ke tahun 2020, basis pertumbuhannya rendah, jadi pertumbuhan 4,5-5,5 persen di tahun 2021 harus realistis,” kata Febrio.
“Tapi bukan tanpa kerja keras. Berbagai langkah perlu dilakukan untuk memperkuat ekonomi dan memulihkan tenaga kerja,” lanjutnya.
Febrio mengatakan rencana defisit APBN tahun ini yang mencapai 6,3 persen merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menjaga kinerja perekonomian.
Indonesia tidak pernah meningkatkan defisit anggaran hingga 6,3 persen bahkan pada krisis yang lalu.
Baca juga: Cara berinvestasi agar tetap untung meski Republik Indonesia sedang resesi
defisit Hal itu dilakukan karena pemerintah membayar belanja sebagai insentif atau bantalan bagi perekonomian yang mencapai 695,2 triliun rupee.
“Tahun 1998 kita hanya defisit 4,5 hingga 5 persen. Nggak sedalam itu, kita merancang agresivitas fiskal,” ujarnya.
“Dan semua negara di dunia mendesain defisit berdasarkan kemampuan meminjam uang. Karena defisit ini tidak cukup untuk meminjam sebagai pendapatan, tapi harus mengeluarkan banyak, jadi utang nasional yang sebenarnya,” tambahnya.
Baca juga: Ramalan ekonomi Sri Mulyani untuk triwulan III minus 2,9 persen, bersiap-siap menghadapi resesi