KOMPAS.com – Diabetes mellitus (DM) atau juga dikenal sebagai diabetes adalah penyakit kronis. DM muncul ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau tidak dapat menggunakan insulin dengan baik.
Gangguan dalam produksi insulin ini menyebabkan kadar gula darah tinggi (hiperglikemia). Dalam jangka panjang, ini dapat menyebabkan berbagai kerusakan pada organ dan jaringan tubuh.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 menunjukkan prevalensi DM pada semua usia mencapai 1,5 persen.
Baca juga: Nyeri Seumur Hidup, Bagaimana Mengontrol Diabetes Mellitus?
Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan kejadian DM pada anak usia 0-18 tahun meningkat sebesar 700 persen dalam 10 tahun.
“Di masa lalu, kasus DM tipe 2 sangat sedikit, tetapi sekarang ada peningkatan jumlah kasus, terutama dalam 10 tahun terakhir,” kata Prof Dr Jose Rizal Latief Batubara, PhD., Sp.A ( K) sebagai Dokter Anak dan Ahli Endokrinologi.
Mengutip pernyataan tertulis untuk Kompas.com, Senin (27/7/2020), DM terbagi menjadi empat tipe yaitu tipe 1, tipe 2, gestational diabetes (diabetes gestasional), dan diabetes tipe 4 yang mencakup jenis diabetes lainnya.
Diabetes tipe 2 lebih sering ditemukan karena dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Pola makan yang tidak sehat dan kurang olahraga dapat menyebabkan penumpukan gula darah, sehingga pankreas harus memproduksi lebih banyak insulin.
Baca juga: Diabetes Mellitus, Kenali Faktor Risiko Terhadap Gejala
Tetapi karena besarnya jumlah gula darah, pankreas tidak dapat memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Diabetes tipe 2 dapat menunjukkan sejumlah gejala termasuk kelebihan berat badan (obesitas), punggung gelap leher, sering buang air kecil, nafsu makan meningkat / kesulitan merasa kenyang, dan luka / infeksi yang tumbuh lambat.
“Salah satu penyebab utama meningkatnya prevalensi diabetes tipe 2 pada anak-anak adalah pola makan yang tidak seimbang dan kurang pergerakan anak. Biasanya anak-anak yang menderita diabetes tipe 2 memiliki kelebihan berat badan,” lanjut Jose.
Lemak bukan berarti sehat
Jose menjelaskan bahwa masih banyak orang tua yang menganggap anak gemuk itu sehat.
“Mereka percaya bahwa anak-anak tidak sakit dan bisa berkonsentrasi belajar, anak perlu makan sebanyak mungkin. Padahal ini bisa menyebabkan kelebihan berat badan pada anak dan menjadi awal pembentukan penyakit,” lanjutnya.
Karena itu, Jose mengatakan bahwa orang tua perlu bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan anak-anak, terutama dalam 10 tahun pertama kehidupan.
Baca juga: Batasi Gula, Garam, dan Lemak untuk Mencegah Diabetes Selama Pandemi Korona
Ia mengatakan, orang tua dapat menjaga kesehatan anak melalui:
1. Pantau berat badan anak
2. Pertahankan diet dan asupan karbohidrat anak
3. Jadilah contoh bagi anak-anak dalam menjalani gaya hidup sehat.
Pim Preesman, Presiden Direktur Philips Indonesia, mengatakan bahwa semua anak memiliki hak untuk dapat tumbuh sehat dan berkembang secara optimal.
Baca juga: Kurangi Risiko Diabetes Mellitus 2, Gunakan Metode Ini!
Orang tua dapat membuat makanan sehat dengan berbagai peralatan dapur mulai dari alat penggoreng air, mesin juicer, alat pengukus makanan, hingga alat pengaduk.
“Kami ingin menekankan kembali pentingnya membentuk kebiasaan hidup sehat dan pola makan seimbang sejak dini. Menjadi sehat bisa dimulai dari rumah,” katanya.