Keppres dinilai menggerus hak buruh setelah UU sebelumnya ditolak pengadilan
Pekerja berbaris menuju kompleks Monumen Nasional selama protes di Jakarta pada hari Sabtu. (Foto Antara/Aditya Pradana Putra via Reuters)
JAKARTA: Ribuan buruh mengadakan aksi unjuk rasa di Jakarta pada Sabtu, mendesak parlemen untuk menolak keputusan presiden yang menurut para kritikus akan mengikis hak-hak karyawan dan perlindungan lingkungan.
Presiden Joko Widodo mengeluarkan keputusan darurat bulan lalu, menggantikan undang-undang ketenagakerjaan yang kontroversial dalam suatu langkah yang menurut beberapa ahli hukum melanggar keputusan pengadilan.
Mahkamah Konstitusi telah memutuskan UU Cipta Kerja 2020 cacat, dengan mengatakan tidak ada konsultasi publik yang cukup sebelum disahkan. Itu memerintahkan anggota parlemen untuk menyelesaikan proses konsultasi baru pada bulan November.
Pengunjuk rasa Damar Panca Mulia, 38, menyebut keputusan itu sebagai taktik pemerintah untuk memastikan pelaksanaan undang-undang ketenagakerjaan.
“Peraturan ini menurunkan kesejahteraan pekerja, mengurangi perlindungan tenaga kerja dan menyebabkan kerusakan yang meluas — pada masalah agraria, lingkungan, perlindungan perempuan,” katanya.
“Penciptaan lapangan kerja seharusnya sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pekerja, tapi SK ini bertentangan dengan itu. Itu sebabnya kami menentangnya.”
Para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan “Katakan tidak pada outsourcing”, sementara yang lain memasang spanduk bertuliskan, “Tolak dekrit darurat penciptaan lapangan kerja karena tidak ada situasi darurat”.
Joko Heriono, 59 tahun, mengatakan peraturan itu menciptakan ketidakpastian bagi pekerja karena mereka dapat dengan mudah dipecat dan mendapatkan pesangon yang lebih rendah.
Ketua Partai Buruh Said Iqbal mengatakan outsourcing dan aturan upah minimum dalam keputusan itu menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian.
“Kami tidak ingin negara hanya menjadi agen para pengusaha kotor yang melemahkan kesejahteraan buruh,” kata wartawan.
UU Cipta Kerja, yang merevisi lebih dari 70 undang-undang lainnya, disambut baik oleh investor asing karena memangkas birokrasi.
Parlemen akan menilai kedudukan hukum dari dekrit tersebut dalam sidang saat ini, kata wakil ketuanya minggu ini. Pekan lalu, sekelompok masyarakat Indonesia meminta Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materi terhadap peraturan tersebut.