TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada hari Senin memperkirakan reformasi perpajakan mungkin yang paling penting TONG ke tingkat normal atau relatif sebanding dengan skala global. Dalam rapat dengan anggota Komisi XI DPR hari ini, dia mengungkapkan niatnya untuk mempersempit kesenjangan yang ada saat ini sebesar 9,5 persen.
“Tax gap akan selalu ada, tetapi benchmark internasional, terutama di antara anggota OECD dan negara berkembang lainnya, sekitar 3,6 persen, yang dianggap sebagai gap pajak normal,” kata Sri Mulyani dalam rapat virtual di DPR, 28 Juni lalu. dari Perwakilan.
Dia mengatakan, perlakuan pajak akan sama di semua sektor tanpa pengecualian atau ambang batas jika sistem perpajakan dipatuhi 100 persen, meskipun dia mengakui bahwa pungutan pajak di negara maju tidak akan pernah 100 persen.
Sri Mulyani menyatakan reformasi perpajakan terdiri dari reformasi administrasi dan kebijakan dan mengatakan kepada legislator DPR bahwa pemerintah perlu dapat memahami basis pajak dan daya saing dalam perekonomian atau antar negara.
“Mengurangi bias dan pengecualian yang menciptakan celah dan meningkatkan prinsip kemajuan atau keadilan,” kata Menteri Sri Mulyani.
Dalam rapat DPR tersebut, dia juga menyebutkan bahwa golongan berpenghasilan menengah siap berkontribusi tetapi belum siap untuk melewati sistem administrasi perpajakan yang rumit.
Baca baca: Urusan yang belum selesai dengan pajak
HENDARTYO ANGGI