Jakarta, CNBC Indonesia – Gambaran lain tentang lesunya daya beli masyarakat Indonesia terlihat jelas. Penjualan retail (retail) terus tumbuh negatif yang disebut juga kontrak.
Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa penjualan ritel pada Retail Sales Index (IPR) turun 12,3% pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu (tahun demi tahun/ YoY). Penjualan ritel tidak luput dari penurunan delapan bulan.
BI memperkirakan penjualan ritel akan terus menurun pada Agustus 2020, dengan hak kekayaan intelektual turun 10,1% dari tahun ke tahun. Dengan cara ini, rantai penjualan eceran meluas selama sembilan bulan berturut-turut.
Kabar baiknya adalah penurunan penjualan ritel terus menurun. Sejak menyentuh “kulit neraka” pada Mei 2020, penurunan hak kekayaan intelektual berangsur-angsur mereda.
“Peningkatan penjualan diprakirakan terjadi pada hampir semua kelompok produk yang disurvei, dengan penjualan pada kelompok makanan, minuman dan tembakau menunjukkan penurunan terkecil dengan pertumbuhan year-on-year sebesar -1,9%. Hal ini sejalan dengan peningkatan daya beli masyarakat. dan implementasi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), ”tulis laporan BI tersebut.
Daya beli masyarakat mungkin sudah membaik, tapi sepertinya masih lemah. Hal tersebut tercermin dari penurunan laju inflasi inti.
Inflasi inti, sekelompok barang dan jasa yang harganya sulit digerakkan, merupakan indikator daya beli. Jika harga barang dan jasa yang “keras kepala” bisa turun, berarti permintaan benar-benar lemah.
Pada Agustus 2020, inflasi inti Indonesia mencapai 2,03% yoy. Ini adalah level terendah setidaknya sejak 2009.