Suara.com – Beberapa pihak mempertanyakan kualitasnya vaksin Covid-19 yang akan beredar pada waktunya. Salah satu faktornya adalah proses pembuatannya vaksin apa yang dianggap terlalu cepat.
Komite Penanganan menjawab keraguan tersebut Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Senin (2/10), menghadirkan Prof Ngurah Mahardika, virolog di Universitas Udayana yang mengetahui pro dan kontra pembuatan vaksin secara mendalam.
Prof Ngurah menjelaskan kelebihan dan kekurangan pembuatan vaksin dari jaman dulu hingga sekarang.
“Di zaman kuno, tentu saja, Anda harus mendapatkan bahan aktif murni terlebih dahulu. Kemudian diperbanyak dan kemudian hanya diproduksi sebagai vaksin. Itu butuh waktu lama. Saat ini, teknologi telah memungkinkan kami melakukan ini dengan cepat. Kami tidak lagi membutuhkan patogen dan dapat Bisa disintesis dengan sangat cepat. Dulu butuh waktu lama untuk menemukan bibitnya. Sekarang hanya butuh satu atau dua bulan untuk menemukan bibitnya, ”ujar Prof Ngurah Mahardika dalam siaran pers dari Suara .com.
Baca juga:
Kasus Corona di Kota Sorong, nyaris tembus 2 ribu orang
Dalam pemaparannya, Prof. Ngurah Mahardika mengatakan setidaknya ada empat jenis vaksin yang dibedakan berdasarkan komponen dasarnya.
Yang pertama berdasarkan virus murni yang dimatikan sehingga tidak berbahaya bagi manusia, ada yang berdasarkan DNA atau mRNA, yang ketiga adalah vaksin berbasis adenovirus, dan yang terakhir adalah vaksin berbasis protein.
“Jelas ada kelebihan dan kekurangan dari sekian banyak basis vaksin ini, seperti vaksin berbasis virus mematikan yang saat ini sedang diujikan di Indonesia yang paling banyak diuji. Makanya aturan penggunaannya jauh lebih tepat. Sementara itu belum ada contoh di masyarakat. untuk vaksin berbasis DNA dan adenovirus. Pengaturannya memakan waktu lama, ”jelas Prof. Ngurah Mahardika.
Sementara teknologi mempercepat penemuan vaksin baru, menjaga tingkat keamanan adalah faktor kunci yang tidak boleh dikesampingkan dalam proses tersebut.
Pada dasarnya, peneliti dan pengembang vaksin tidak perlu berkompromi pada kualitas, kegunaan, dan keamanan, termasuk keamanan vaksin Covid-19 yang akan ditemukan.
Baca juga:
Tingkatkan pelacakan kontak Covid-19, Kementerian Kesehatan melatih petugas kesehatan di 51 wilayah
“Untuk aspek keselamatan dimulai dari fase praklinik yang diujicobakan pada hewan, kemudian fase I melibatkan relawan manusia, fase II melibatkan ratusan relawan, dan fase III melibatkan ribuan Relawan dilibatkan. Di semua fase aspek keamanan dan kegunaan menjadi masalah. Ini serius. Apalagi di fase III yang melibatkan ribuan hingga puluhan ribu orang, ”jelas Prof. Ngurah Mahardika.
Tidak berhenti sampai disitu, begitu vaksin sudah menyebar ke seluruh masyarakat, maka akan terus dipantau dan terus ditantang untuk memastikan keamanan vaksin yang nantinya beredar.
Perlu juga dicatat bahwa Indonesia sangat mungkin mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri. Namun, bekerja sama selama pandemi Covid-19 hari ini bukanlah hal yang tabu. Kerja sama tersebut bertujuan untuk mendapatkan data yang berkualitas.
Peneliti dan sarjana di Indonesia juga membuka data studi dalam negeri untuk berkontribusi bagi dunia ilmu pengetahuan dan mendapatkan masukan positif dari peneliti luar negeri.
“Tanpa kerjasama saya yakin bisa, tapi untuk maju pesat dibutuhkan kerjasama antar negara dan dunia ilmu,” pungkas Prof. Ngurah Mahardika.
Selain kabar bahwa vaksin sudah bisa ditemukan lebih awal, kabar baik lainnya datang dari angka kesembuhan Covid-19 per 1 November 2020 yang terus meningkat. Tingkat kesembuhan seluruh kasus Covid-19 mencapai 82,84 persen.
Tingkat pemulihan dan penyelesaian isolasi meningkat 80,51 persen dari minggu sebelumnya. Pelacakan dan pengujian per 1 November 2020 lalu mencapai lebih dari 4,5 juta sampel yang banyak diantaranya negatif.
Ingatlah bahwa memakai masker, dengan jarak minimal 1 meter, dan mencuci tangan dengan sabun masih merupakan cara pencegahan terbaik.
Kita harus terus disiplin mempraktekkan langkah 3M ini dalam satu paket untuk menghindari penyakit.