Setiap warga negara Indonesia, baik Jawa maupun non-Jawa, memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai presiden.
Jakarta (ANTARA) – Hukum Indonesia tidak membeda-bedakan calon presiden berdasarkan daerah asalnya, kata Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono.
“Setiap warga negara Indonesia, baik Jawa maupun non-Jawa, memiliki hak yang sama untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Ia juga menghimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya para elit politik, untuk tidak terlibat dalam politik identitas tertentu.
Dikotomi antara kelompok Jawa dan non-Jawa bukanlah contoh politik yang baik, katanya.
Laksono menambahkan, setiap peserta harus menghargai keberagaman dan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Dikotomi Jawa-non-Jawa biasanya digunakan sebagai strategi kampanye untuk mendapatkan suara karena jumlah pemilih di Jawa sangat besar,” katanya.
Menurut Laksono, masyarakat kini menilai calon presiden berdasarkan faktor lain, antara lain kredibilitas dan kapabilitasnya berdasarkan rekam jejaknya.
Faktor-faktor seperti kejujuran, kesopanan, dan keberpihakan kepada orang-orang, terutama orang-orang biasa, adalah faktor yang paling penting.
Selain itu, undang-undang tersebut juga tidak membeda-bedakan calon presiden dan wakil presiden dari segi suku.
Sebaliknya, undang-undang mendorong untuk memilih pemimpin dengan kualitas terbaik, termasuk berkomitmen tinggi dan konsisten dalam memperjuangkan kepentingan nasional dalam pembangunan nasional dan persaingan internasional.
“Tentu ini menjadi tantangan bagi demokrasi masa depan sebagai bagian dari hak dan ruang yang sama bagi warga negara Indonesia untuk memperebutkan pemimpin Indonesia,” katanya.