Jakarta, CNBC Indonesia – Mal di DKI Jakarta benar-benar berdarah-darah dengan pandemi Covid-19. Batasan apa pun selama pengendalian pandemi telah memperburuk bisnis. Pengunjung yang tenang membuat penyewa prihatin. Akhirnya ada masalah dengan biaya sewa. Terakhir, ada manajer yang membebaskan sewa sementara.
Ellen Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Pusat Perbelanjaan Indonesia DKI Jakarta, terbuka soal sulitnya mengelola pusat perbelanjaan di tengah pandemi.
Meski mall diperbolehkan tetap buka saat ini, pengunjung yang datang masih sepi. Kebijakan no-to-eat-on-the-spot atau no to dine restaurant berdampak signifikan terhadap minat pengunjung mal.
“Jadi juga berdampak pada penyewa lain yang tidak makan dan minum, dimana diketahui sampai saat ini masyarakat datang ke pusat perbelanjaan untuk pusat perbelanjaan, pengunjung pusat perbelanjaan sebenarnya ingin makan selain berbelanja,” ujarnya. CNBC Indonesia, Jumat (16/10/20).
Ia menegaskan, tidak mudah bagi penyewa makanan dan minuman di pusat perbelanjaan untuk menarik pelanggan yang ingin memesan makanan dibawa pulang, karena dilarang makan di tempat. Jika demikian, jumlahnya sangat kecil sehingga mereka ingin menutupnya.
“Jadi ternyata pada saat itu Makanan di tidak diperbolehkan makan di tempat, hanya diperbolehkan bawa pergi dan ternyata memang ada mayoritas, bahkan mayoritas Makanan di itu sulit dilakukan pengiriman atau bawa pergi. Sehingga 95% resto yang ada di resto tersebut tutup sementara dan itu berdampak sangat luas, ”ujarnya.
Dalam kondisi tersebut, dampak kunjungan ke pusat perbelanjaan cukup signifikan. Konon trafik mall sangat rendah sehingga hanya mencapai antara 15% hingga 20% yang tidak diperbolehkan pada saat makan. Bahkan, dia menegaskan mal tersebut bukan bagian dari cluster Covid-19.
“Kami harus sampaikan bahwa pusat perbelanjaan di DKI bukan cluster Covid-19. Hal ini terus terang membuat para penyewa dan pengelola pusat perbelanjaan tersebut mengalami masa-masa yang sangat sulit,” ujarnya.
Konon pada awal pandemi, pengelola pusat perbelanjaan justru membantu penyewa. Hal ini dilakukan untuk menahan napas para penyewa saat menjalankan bisnis sepeda.
“Pedomannya tentu saja tidak sama, tergantung kemampuan dan kemauan pusat perbelanjaan, di mana penyewa umumnya juga mendapat potongan biaya sewa dan jasa,” ujarnya.
“Untuk pusat perbelanjaan juga bisa dikatakan bahwa dalam 7 bulan terakhir, dari akhir Maret hingga sekarang, kami telah membantu penyewa, misalnya dengan menyetujui sewa atau potongan harga sewa dan biaya jasa, rata-rata 5 bulan. Hingga Sewa 6 bulan atau biaya jasa, ”jelasnya.
Dalam perjalanan ke sana, pihaknya sempat memiliki secercah harapan dengan adanya PSBB transisi sebelum 14 September 2020. Sejak itu, para tenant bersama pengelola mal optimistis bisa bertarung bersama.
“Tapi sayang ada satu lagi dengan pengetatan PSBB. Alhasil, baik pusat perbelanjaan maupun penyewa bernapas sangat sesak,” keluhnya.
(Hai hai)