Jakarta (ANTARA) – Menteri Pertanian menetapkan tata cara penanganan hewan kurban Idul Adha yang bertujuan meminimalkan dampak dan penyebaran wabah penyakit mulut dan kuku di Indonesia.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Nasrullah mengatakan hewan kurban didatangkan dari daerah yang bebas PMK dan bukan dari kabupaten dan kota yang merajalela penyebaran PMK, demikian rilis resmi yang diterima di Jakarta, Jumat.
“Hewan tersebut berasal dari daerah (aman dan aman), dan bukan dari daerah kabupaten atau kota yang termasuk dalam zona merah, seperti yang dikonfirmasi wabah PMK berdasarkan hasil laboratorium,” tambahnya.
Selain itu, Kementerian juga melakukan rekayasa rute untuk memetakan jalur distribusi hewan kurban ke Jawa serta jalur darat di Jawa untuk mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut.
Selain itu juga pendataan dan sosialisasi PMK kepada pedagang yang menjual hewan kurban dan mendirikan pos pemeriksaan kesehatan hewan di tempat-tempat yang menjual hewan kurban. Upaya tersebut dilakukan oleh seluruh dinas kabupaten dan kota.
Berita Terkait: Indonesia akan membentuk gugus tugas PMK saat infeksi menyebar
Nasrullah mengatakan, pemerintahannya juga telah mengeluarkan petunjuk teknis penyembelihan Idul Fitri di tengah wabah, yang bisa diikuti di semua wilayah. Majelis Ulama Nasional (MUI) telah mengeluarkan fatwa dan petunjuk mengenai kriteria hewan kurban yang boleh dikorbankan saat wabah.
Hingga 10 Juni 2022, sedikitnya ada 2.205.660 hewan kurban untuk Idul Adha yang tersebar di seluruh Indonesia, terdiri dari sapi, kerbau, kambing, dan domba.
Diperkirakan dibutuhkan 1.814.402 ekor ternak untuk kurban—696.574 ekor sapi, 19.652 ekor kerbau, 733.784 ekor kambing, dan 364.393 ekor domba, ujarnya.
“Proyeksi ini memperhitungkan peningkatan jumlah hewan kurban yang dipotong sebesar 5 hingga 10 persen (dibandingkan) jumlah pemotongan tahun lalu, yaitu pada tahun 2021,” tambahnya.
Berita Terkait: 19.830 sapi di Aceh terjangkit PMK