TEMPO.CO, jakarta – Pakar hukum pidana dari Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi, menilai hal itu Saat ini, independensi Mahkamah Konstitusi (MK) tidak diharapkan. Dia menanggapi pernyataan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly yang menyarankan orang-orang yang tidak puas dengan pengesahan revisi KUHP mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi.
“Hakim memang harus independen. Secara normatif, jaminan kemerdekaan mereka diatur dengan jelas dalam konstitusi dan undang-undang Mahkamah Konstitusi. Satu-satunya pertanyaan adalah apakah independensi mereka seperti yang diharapkan atau tidak,” ujar Fachrizal kepada tempopada hari Rabu, 7 Desember 2022.
Fachrizal menghubungkan hal itu dengan pergantian hakim Aswanto yang dilakukan tanpa prosedur sesuai aturan perundang-undangan. Dengan demikian, independensi hakim dipertanyakan.
“Misalnya, kalau ada hakim yang tidak setuju atau membatalkan KUHP, apakah tidak mungkin diganti seperti yang terjadi dulu? Artinya, saat ini independensi hakim tidak seperti yang diharapkan,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, Ketua MK Anwar Usman memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mengambil keputusan jika dilakukan uji materil. Apalagi, Anwar kini menjadi ipar Presiden Jokowi. “Saya kira ini bisa mempengaruhi putusan MK,” kata Fachrizal.
Revisi KUHP disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat paripurna pada Selasa, 6 Desember 2022. Menteri Yasonna menyatakan, masyarakat yang keberatan dengan undang-undang baru itu bisa mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
“Perbedaan pendapat itu wajar. Jika, pada akhirnya, itu berlalu, [and people reject it]silakan gugat ke Mahkamah Konstitusi, itu cara yang lebih elegan,” kata Yasonna Laoly.
NESA AQILA
Klik disini untuk mendapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News