Sleman, Yogyakarta (ANTARA) – Menjelang Pemilihan Umum, politik uang menjadi perbincangan hangat di beberapa kalangan.
Meski sering dikritik, fenomena suap di hampir semua pemilu dan di berbagai tingkatan merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri.
Meskipun banyak orang telah menyuarakan pendapat mereka terhadap politik uang dan berusaha untuk menghilangkannya, banyak yang menerimanya tanpa mencela.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk menyelaraskan persepsi publik terhadap fakta bahwa apapun bentuk dan caranya, politik uang adalah praktik terlarang dan akan membawa akibat hukum.
Wikipedia menggambarkan politik uang sebagai bentuk suap yang membuat seseorang tidak berolahraga hak mereka untuk memilih atau melaksanakannya dengan cara tertentu selama pemilihan.
Suap bisa berupa uang atau barang.
Mereka yang menentang politik uang menganggapnya sebagai tindakan yang merusak makna demokrasi dan menodai hasil pemilu karena melibatkan tindakan yang mempengaruhi pemilih.
Individu yang bersedia berpartisipasi dalam politik uang memiliki alasan tersendiri, termasuk keadaan keuangan atau kedekatannya dengan kandidat politik.
Politik uang bisa berkembang lebih jauh jika dua pihak saling membutuhkan: pemberi suap mengharapkan suara sementara penerima mengharapkan uang atau barang.
Kolusi ini sampai pada titik dimana ada persepsi tertentu bahwa politik uang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari budaya.
Faktanya, politik uang telah menjadi begitu umum bahkan telah dibenarkan oleh elit politik dan telah mendorong pepatah: “terima uang dan pilih atau pilih…,” sebuah ungkapan yang tampaknya menormalkan suap.
Menurut Kepala Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sleman, Abdul Karim Mustofa, terbantu masyarakat menganggap politik uang sebagai praktik pemilu biasa.
Padahal hal itu sangat merugikan dan membahayakan kelangsungan demokrasi jika tidak diberantas sampai ke akar-akarnya.
Politik uang ibarat penyakit diabetes atau kanker yang sudah begitu parah sehingga satu-satunya cara untuk menghilangkannya adalah melalui amputasi dan operasi.
Untuk itu, pihaknya mengintensifkan sosialisasi untuk mengupayakan pelarangan politik uang.
Terlepas dari maraknya politik uang, perlu untuk membuat orang memahami efek korosifnya terhadap demokrasi.
Mengubah sudut pandang
Menyadari hal tersebut, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sleman memutuskan untuk tidak menyerah dan terus berupaya mengedukasi masyarakat melalui berbagai kalangan tentang sisi gelap politik uang.
Upaya tersebut memerlukan keterlibatan dan kesabaran jangka panjang, dengan harapan suatu hari nanti akan membuahkan hasil.
Melalui mereka, sedikit demi sedikit, persepsi publik diharapkan berubah: dari menganggap politik uang sebagai hal biasa menjadi mendulangnya sebagai praktik yang merugikan.
Demokrasi tidak dapat menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang berintegritas jika proses pemilu dinodai oleh korupsi.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sleman menyadari bahwa di tengah kemajuan teknologi, media komunikasi telah bergeser ke platform online.
Sejalan dengan tren ini, komunikasi intensif telah terjalin dalam komunitas online, seperti grup layanan aplikasi perpesanan.
Komunitas media online memungkinkan penyampaian informasi yang lebih cepat dan lebih tersegmentasi. Oleh karena itu, menjadi salah satu sasaran penting untuk diseminasi informasi tentang pemantauan partisipatif.
Pendidikan melalui kelompok-kelompok masyarakat dapat memungkinkan terjadinya pergeseran yang lebih besar dalam persepsi publik tentang politik uang.
Pemantauan partisipatif
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sleman mengimbau masyarakat untuk bersinergi memantau pelaksanaan Pilkada serentak 2024 dan Pilkada, termasuk potensi politik uang.
Seruan pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemilu merupakan tindakan strategis untuk memantau proses demokrasi sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas moral.
Sebagai penguasa, rakyat bukanlah objek yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh suara dalam suatu pemilu, melainkan subjek, termasuk untuk memantau pemilu guna menjamin integritas para pesertanya.
Pemantauan partisipatif merupakan wujud kedaulatan rakyat dan mendorong keterlibatan politik rakyat.
Hal ini juga memberikan ruang belajar politik bagi semua pihak dan dimaksudkan untuk memastikan bahwa hak-hak dasar warga negara, yaitu hak pilih, tidak disalahgunakan.
Selain itu, seiring berjalannya waktu, semakin banyak perempuan yang masuk ke ranah publik, baik ekonomi, sosial, maupun politik.
Partisipasi perempuan dalam pemantauan pemilu sangat penting mengingat perempuan memiliki kemampuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga dan bangsanya.
Melalui pendidikan ini diharapkan masyarakat semakin memahami makna pemilu yang demokratis dan fungsi pengawasan pemilu.
Hal ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pemilu dan pemantauannya karena salah satu indikator demokrasi adalah tersedianya ruang untuk pemantauan publik.
Partisipasi masyarakat dapat berupa penyampaian informasi yang dapat ditindaklanjuti, seperti praktik politik uang dan iklan kampanye.
Pemantauan partisipatif di Sleman sudah termasuk pembentukan kampung anti politik uang atau kampung APU. Badan ini gencar melakukan sosialisasi dan pengembangan di kampung-kampung anti politik uang.
Melalui upaya ini, diharapkan kesadaran dan peran masyarakat dalam pemberantasan politik uang semakin meningkat.
Melalui pembentukan desa anti politik uang, masyarakat diharapkan tidak mudah terombang-ambing oleh politik uang yang melanggar hukum dan norma budaya dan agama.
Jika kebiasaan buruk sudah menjadi budaya, maka kita harus berani membasminya.