Harus ada proses transisi.
Jakarta (ANTARA) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberikan tenggang waktu dua tahun kepada pemerintah untuk mengamandemen Omnibus Law Cipta Kerja dan bukan mencabutnya segera didasarkan pada beberapa pertimbangan, kata Hakim MK Saldi Isra.
Pencabutan segera undang-undang tersebut akan berdampak besar pada sistem hukum negara itu, Isra mencatat dalam pembicaraan virtualnya pada hari Jumat.
“Mahkamah Konstitusi punya pertimbangan sendiri. Ini jangan langsung (revocable). Harus ada proses transisi. Kalau masyarakat mau membantah, jalan terus,” ujarnya.
Menurut Isra, UU Cipta Kerja sudah memuat berbagai peraturan turunan sebagai acuan hampir di semua bidang masyarakat.
Isra mencatat, proses penyusunan UU Cipta Kerja berdasarkan UUD tidak berdasarkan UU Legislatif, melanggar asas legislatif, tidak melibatkan partisipasi publik secara luas, dan sesuai dengan norma bersama yang ditetapkan DPR dan Pemerintah diubah dalam fase legislatif.
Berita serupa: DPR harus segera merevisi undang-undang penciptaan lapangan kerja setelah putusan MK
Pemerintah dan DPR harus bekerja keras membenahi keempat kekurangan tersebut, ujarnya.
“Kami (hakim) berharap legislatif, dalam hal ini pemerintah dan parlemen, membaca putusan MK secara perlahan. Jadi kami beri waktu yang cukup untuk mereka,” ujarnya.
Pada 25 November, MK menyatakan undang-undang penciptaan lapangan kerja inkonstitusional dan memerintahkan pemerintah untuk mengubah bagian dari undang-undang yang kontroversial dalam waktu dua tahun.
Undang-undang akan tetap berlaku sampai pemerintah dan anggota parlemen merevisi beberapa bagian undang-undang dalam jangka waktu tertentu, kata Hakim Ketua Anwar Usman.
Jika perubahan tidak dilakukan dalam waktu dua tahun, undang-undang tersebut dianggap inkonstitusional secara permanen.
Berita serupa: Putusan MK Atasi Protes Masyarakat: DPD RI