JAKARTA, KOMPAS.com – Restoran terpukul parah oleh pandemi Covid-19. Penjualan turun drastis karena jumlah pengunjung dan penerimaan yang lebih rendah PSBB yang melarang makan di tempat atau Makanan di.
Keadaan ini juga dialami oleh Holycow! Restoran steak Chef Afit. Pemiliknya, Afit Dwi Putranto, mengaku penjualannya sempat anjlok selama PSBB periode karena sebagian besar pendapatannya berasal dari konsumen yang makan di lokasi.
“Kami memang salah satu yang paling terpukul, terutama restoran tempat Anda makan. Mungkin lebih dari 90 persen dari rata-rata restoran di Indonesia. Makanan di, “dia berkata Kompas.com seperti dikutip Rabu (23/9/2020).
Baca juga: Ini adalah perubahan jam operasional KRL pada PSBB Jakarta
Seperti pada perhelatan pertama PSBB di Jakarta pada April 2020 lalu, penjualan langsung turun hampir 90 persen. Saat pelonggaran, atau transisi, PSBB diperkenalkan, dia mengakui bahwa penjualan mulai pulih karena konsumen sudah bisa makan di tempat pada saat itu.
Sayangnya, situasi ini tak bisa bertahan lama karena PSBB yang ketat diberlakukan sejak 14 September 2020. Alhasil, penjualan kembali turun, terutama di pusat perbelanjaan.
Diakuinya, dalam dua hari ini belum ada satu bagian pun yang terjual sejak PSBB kedua diterapkan. Biasanya, cabang resto yang ada di mall bisa menjual hingga 100 porsi per hari.
“Saya bisa melakukannya dua hari berturut-turut penjualanNol, padahal di hari biasa bisa sampai 100 porsi. Itu nol. Karena tidak ada yang datang padahal mal buka, ”kata Afit.
Oleh karena itu, Afit mengeluhkan bahwa politik merupakan kontradiksi. Karena mall masih bisa buka sedangkan resto tidak bisa makan. Meskipun dia sering meneleponnya Penyewa Ada sebuah restoran di dalam mal.
“Ini buang-buang energi, jadi banyak listrik yang terbuang karena batasan yang saling bertentangan,” keluhnya.
Afit mencatat, pemerintah belum memiliki program yang jelas untuk menangani pandemi Covid-19, sehingga penerapan PSBB sering berubah, yang berimplikasi sulit. Pengusaha.
Salah satu yang dikeluhkannya adalah pengumuman PSBB kedua yang mendadak di Jakarta. Beberapa hari sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta baru mengumumkan akan merampingkan kembali PSBB tanpa menjelaskan sektor mana yang akan tetap berfungsi.
Namun, jaminan itu hanya diberikan sehari sebelum PSBB diluncurkan ketika diketahui bahwa restoran tersebut tidak dapat menyajikan makanan di tempat. Afit mengatakan, sangat sulit bagi pengusaha karena tiba-tiba harus mengubah sistem bisnisnya.
“Pengusaha di resto buru-buru beli bahan mentah, bisa busuk dan macam-macam. Kita harus membuatnya nanti Jadwal waktu Atur karyawan Uang beredarbagaimana jadwal pembayaran ke supplier dan seterusnya kalau begitu wow, “ujarnya.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat memiliki program yang sangat jelas untuk menangani Covid-19 sehingga para pengusaha dapat menyesuaikan perencanaan bisnisnya sesuai dengan kebijakan tersebut. Tidak dengan perubahan mendadak.
Jadi jangan tanggung-tanggung kalau mau total, ini total. Kita kayak baru nyalakan lampu, nyalakan saja. Padahal usahanya tidak sesederhana itu harus ada rencana yang jelas agar ada business security . Jelas rencana pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, ”ujarnya.
Baca juga: Luhut: PSBB Jakarta hanya mengetatkan poin-poin tertentu saja, tidak seluruhnya
Pengusaha Apakah Anda ingin keringanan pajak
Sejalan dengan penurunan penjualan, Afit berharap pemerintah juga bisa memberikan keringanan pajak kepada pengusaha. Dia menyebutkan, misalnya, pelonggaran pajak properti dan bangunan (PBB), pajak iklan, pajak sewa bangunan, dan tarif pajak restoran (PB1) oleh pemerintah daerah.
Menurut Afit, penurunan pajak restoran setidaknya bisa meningkatkan insentif bagi daya beli masyarakat. Pasalnya, harga produk yang dijual restoran lebih murah dibandingkan sebelumnya.
“Jadi konsumen mau pengeluarankarena mereka tidak dipungut bayaran tinggi. Makanya kami ingin pemerintah santai soal pajak, ”ujarnya.
Menurut dia, selama PSBB berlaku sejak April 2020, belum ada program keringanan pajak yang disediakan pemerintah kepada pelaku ekonomi, khususnya Pemprov DKI Jakarta.
“Sekalipun sangat penting (keringanan pajak). Seperti pajak sewa, kita bayar sewa ke mal setiap bulan minimal Rp 80 juta. Pajak sewa juga tinggi. Jadi kita relaksasi,” harap Afit.
Baca juga: Menteri Perdagangan: PSBB Volume II menghilangkan daya beli masyarakat