Depok, Jawa Barat (ANTARA) – Komunitas mahasiswa pecinta alam (Mapala UI) Universitas Indonesia menyerukan gerakan hiking dan pariwisata ramah lingkungan yang dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
“Dengan dilaksanakannya pendakian bebas karbon, diharapkan para calon anggota Mapala UI dapat ikut membantu menjaga kelestarian lingkungan di tengah krisis iklim global. Semoga gerakan ini dapat memotivasi masyarakat luas untuk lebih peduli terhadap alam,” presiden Mapala UI, Magkma, katanya di sini, Senin.
Pendakian netral karbon didasarkan pada tiga prinsip, yaitu menghitung, mengganti, dan mengurangi emisi, jelasnya.
Sementara itu, pendiri #SeaSoldier, sebuah organisasi lingkungan, Dinni Septianingrum, mengatakan bahwa dorongan netralitas karbon dimaksudkan untuk mewujudkan penyerapan emisi karbon.
Senyawa CO2 yang berlebihan menyebabkan bumi menjadi lebih hangat, sehingga terjadi perubahan iklim. Untuk mengatasi emisi karbon yang berlebihan, istilah netral karbon telah diperkenalkan, kata Septianingrum.
Sedangkan penerapan netralitas karbon tidak hanya dimaksudkan untuk hiking saja tetapi juga mencakup kegiatan lain di alam, kata calon anggota Mapala UI Raditya Anggoro.
“Netralitas karbon juga dapat diterapkan pada jenis kegiatan alam lainnya, seperti arung jeram. Hal ini dapat dilakukan mulai dari perencanaan perjalanan dengan memperhatikan komponen-komponen yang menghasilkan emisi karbon,” jelas Pelaksana Tugas Kepala Proyek Baka-Raya.
Sementara itu, melihat potensi pesona alam yang eksotik, pemerintah terus menggalakkan pengembangan ekowisata dalam upaya mengimbangi jejak karbon, khususnya di sektor pariwisata.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah mencanangkan program “Menuju Pariwisata Positif Iklim melalui Dekarbonisasi dan Ekowisata” untuk mengajak wisatawan mengambil bagian dalam kegiatan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan yang akan membantu mengurangi emisi karbon di sektor pariwisata.
Destinasi yang dicakup oleh program ini adalah Plataran Menjangan di Taman Nasional Bali Barat, Mangrove Tembudan Berseri Berau di Kalimantan Timur, Bukit Peramun di Bangka Belitung, dan Taman Wisata Mangrove Klawalu di Sorong, Papua Barat.
Berita Terkait: Hutan bakau memiliki potensi karbon biru yang sangat besar: kementerian
Berita Terkait: Mahasiswa Bali dorong kesadaran lingkungan di tengah Sidang Umum FSC
Berita Terkait: Gubernur optimis FSBJ tingkatkan konservasi air