Dipublish tanggal 29 Agustus 2020.
JAKARTA – Tim peneliti Indonesia menemukan strain virus korona yang menyebabkan COVID-19 dan lebih cepat menular. Strain ini merupakan hasil mutasi pada virus corona.
Hal itu diungkapkan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio. Ia mengatakan strain virus corona yang lebih cepat menular, yaitu D614G.
D614G, strain mutan dari virus SARS-CoV-2, juga telah terdeteksi di sejumlah negara lain, termasuk Malaysia.
“Apa yang mungkin menjadi perhatian terpenting saat ini adalah apakah virus yang GISAID laporkan ‘sekuensing genom secara keseluruhan’ memiliki mutasi yang menunjukkan kemungkinan lebih menular. Puasa ini disebut D614G. Saat ini bisa dikatakan sudah diidentifikasi dan dilaporkan, “ujarnya, Jumat (28/8).
Ia mengatakan, pihaknya bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Universitas Padjadjaran dan Universitas Airlangga, akan terus melakukan kegiatan whole genome sequencing (WGS) atau whole genome sequencing. Melaksanakan virus SARS-CoV-2. Tujuannya adalah mendapatkan lebih banyak informasi genetik tentang virus.
“Agar kita bisa memahami sifat-sifat virus dan mutasi yang terjadi,” ujarnya.
Ahli biologi molekuler Herawati Supolo Sudoyo mengatakan perubahan atau mutasi pada virus SARS-CoV-2 menyebabkan virus menjadi lebih menular. Namun, transisi dari Eropa, Amerika Utara, Oceania dan Asia ke setiap wilayah di dunia akan berbeda.
Ia menjelaskan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mengklasifikasikan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 menjadi tujuh jenis atau kelas, yaitu S, V, L, G, GH, GR dan O (other / other). Klade GH adalah tipe yang paling agresif. Di Asia, penyebaran clades sangat berbeda, begitu pula di Indonesia.
“Ini juga menimbulkan pertanyaan tentang apa yang menyebabkan variasi ini. Apakah ada kemungkinan bahwa lingkungan atau inang berperan? Tidak banyak yang diketahui tentang virus ini sehingga perlu penelitian lebih lanjut,” kata deputi. Kepala Institut Biologi Molekuler Eijkman di bidang penelitian dasar.
Ia mengatakan untuk Indonesia, setelah mengidentifikasi data WGS, mayoritas virus SARS-CoV-2 yang beredar di Indonesia adalah jenis L dan O (lainnya / lainnya).
“Kalau kebanyakan tipe L, ini baru dengan beberapa pengecualian,” kata Herawati.
Herawati mengatakan, data urutan genom lengkap virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 berguna dalam mengidentifikasi mutasi yang terjadi dan mencari perubahan pada protein lonjakan virus.
Untuk itu, pengurutan genom keseluruhan virus SARS-CoV-2 masih dilakukan di Indonesia, katanya.
Data urutan genom dari virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dapat digunakan untuk tahap pemilihan fragmen virus untuk produksi vaksin. Informasi genetik virus yang diperoleh dari data WGS memberikan informasi mengenai karakter virus SARS-CoV-2, termasuk virus yang beredar di Indonesia.
Informasi genetik virus juga berguna untuk memantau perkembangan virus, melacak jalur penularan dan penyebaran, menentukan tingkat adaptasi virus untuk menyebar di Indonesia, mengidentifikasi target terapi dan vaksin, serta bahaya. memprediksi pandemi berikutnya.
“Urutan genom memungkinkan peneliti mengembangkan target obat dan vaksin yang tepat,” katanya.
Pada 31 Juli 2020, database GISAID berisi 69.607 data virus SARS-CoV-2 dari 84 negara di seluruh dunia.
Dan pada pukul 13:51 WIB pada 28 Agustus 2020, berdasarkan informasi yang dihimpun di situs resmi GISAID, 91.757 urutan genom dari berbagai negara di seluruh dunia telah ditambahkan ke database GISAID.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro menghimbau segenap komunitas riset dan inovasi, serta lembaga riset, pengembangan, pengkajian dan aplikasi untuk memperkuat kolaborasi riset dan menghilangkan keegoisan ilmiah.
“Tidak ada keegoisan ilmiah,” katanya.
Bambang mengatakan semua disiplin ilmu harus saling melengkapi untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, termasuk pandemi COVID-19 saat ini.
“Saat ini berdasarkan kebutuhan kami, kami benar-benar berusaha mencari segala cara yang mungkin untuk mengatasi pandemi, baik itu vaksin, obat-obatan, alat kesehatan atau berbagai terapi yang dibutuhkan untuk mengatasi pandemi ini,” ujarnya.
Ia mengapresiasi semua peneliti dan ilmuwan yang mengerahkan ilmu, waktu, dan tenaga untuk menyelesaikan permasalahan bangsa, khususnya pandemi COVID-19.
“Saya berharap ada sinergi dan kolaborasi antar peneliti individu dan antar institusi,” ujarnya. (gw / perm / fin)