Jakarta, CNBC Indonesia – Sebanyak 2.346 pelanggan PT PLN (Persero) telah memasang pembangkit listrik tenaga surya di atas atap (PLTS) dengan total output terpasang sebesar 11,5 megawatt (MW) hingga paruh pertama tahun 2020.
Hal itu disampaikan Direktur Berbagai Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Harris, dalam diskusi virtual tentang PLTS, Rabu (16/09/2020).
“Hingga Juni 2020, 2.346 pelanggan sudah memasang PLTS Atap dengan output 11,5 MW,” ujarnya.
Ia banyak menyebutkan beberapa wilayah yang sudah terpasang atap PLTS terbanyak antara lain Jakarta dengan 703 pelanggan, Jawa Barat 656 pelanggan, dan Banten 544 pelanggan. Disusul Jawa Timur dengan 191 pelanggan, Jawa Tengah dan DIY 95 pelanggan, Bali 91 pelanggan, dan Aceh 24 pelanggan.
“Difusi terbesar ada di Jakarta, Jawa Barat, Banten, disusul Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, dan Aceh. Ini advance yang sudah terpasang,” ujarnya.
Ia mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mempercepat pembangunan PLTS atap, antara lain melalui program PLTS atap gedung pemerintah dan gedung BUMN, kemudian melalui program PLTS atap gedung komersial. Selain itu, sedang dibangun rumah baru di bawah payung program PLTS bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Real Estate Indonesia (REI).
Selain itu, terdapat program pemasangan PLTS di atap rumah pelanggan dengan kelompok tarif R1. Selain itu, adanya program pemasangan atap PLTS untuk pelanggan PLN rombongan lebih dari 1.300 VA yang menawarkan insentif yang menarik untuk sistem pembiayaannya. Selain itu, terdapat Memorandum of Understanding (MoU) antara Manajemen Umum EBTKE dan Pengurus Pusat Asosiasi Real Estate Indonesia. Dan terakhir, imbuhnya, ada pernyataan Gerakan Sejuta Surya Nasional (GNSSA).
“Jika ada pelanggan yang ingin memproduksi atap PLTS harus mengirimkan permintaan ke PLN, kemudian dokumennya dicek oleh PLN agar dapat diteruskan. Misalnya sesuai, tidak ada kendala, bisa segera membuat rekomendasi pembangunan. (diterima). Jika tidak lengkap, harus diisi. ” dia menjelaskan.
Harris mengatakan tren energi terbarukan yang diterapkan saat ini adalah tenaga surya dan angin. Menurut dia, biaya produksi PLTS saat ini semakin murah, yakni 1,35 dolar AS per kWh. Dibandingkan pembangkit listrik tenaga fosil batu bara yang tidak memiliki biaya karbon, PLTS energi di atap ini dinilai masih lebih murah.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kumulatif perluasan kapasitas energi terbarukan (EBT) 2020-2024 mencapai 9.050 MW. Dari total kapasitas tersebut, proporsinya untuk energi surya dihitung sebesar 2.089 MW.
“Kami hanya 9,15% (bauran EBT) dari target 23% (bauran EBT pada 2025). celah Itu cukup besar dan kita harus menindaklanjutinya. Kami berharap EBT dalam bentuk tenaga surya akan berperan besar, tidak hanya PLTS untuk membuktikan Hanya saja, tapi potensinya berbeda, misalnya di (PLTS) di lahan bekas tambang, “ujarnya.
(wia)