Jakarta, CNN Indonesia –
Penelitian di Universitas Tsukuba di Jepang mencurigai pola kesalahan seperti Inchworms telah memicu gempa bumi dahsyat supershear dan berkontribusi pada kemunculannya tsunami ketika gempa terjadi di Palu, Sulawesi, 2018 lalu.
Gempa bumi supershear adalah fenomena gempa yang merambat sepanjang patahan dengan kecepatan lebih cepat dari gelombang seismik.
Selama masa ini, para peneliti mengatakan gempa berasal dari titik di mana gelombang seismik terkuat, hiposenter bawah tanah atau episentrum di permukaan bumi dengan energi seismik memancar keluar dalam pola melingkar.
Namun, para peneliti mengatakan model sederhana gagal menjelaskan geometri kompleks dari sistem patahan aktual di mana gempa bumi terjadi. Karena, mereka mengatakan bahwa situasi aktual jauh lebih kompleks.
Meluncurkan Science DailyPola Inchworms diduga berperan dalam keparahan gempa di Palu yang diperoleh setelah peneliti menyelidiki hubungan antara fenomena dan geometri kompleks patahan Palu-Koro.
Analisis menunjukkan bahwa penyebaran gempa supershear Palu-Koro bergerak ke selatan dari pusat gempa. Sedangkan area dengan tingkat slip sangat tinggi, yang disebut sebagai slipping patches diidentifikasi berada pada jarak 60, 100, dan 135 km selatan episentrum.
Para peneliti yang juga melacak permukaan pecah gempa menemukan dua tikungan besar pada patahan gempa bumi sekitar 10 hingga 25 km selatan episentrum dan 100 hingga 110 km selatan episentrum. Diketahui bahwa gempa bumi supershear bertahan di sepanjang patahan yang kompleks secara geometris ini.
“Studi kami menunjukkan bahwa kompleksitas patahan secara geometris secara signifikan mempengaruhi kecepatan perambatan. Pada gempa bumi Palu tahun 2018, kami menemukan pola zig-zag pada patahan,” kata salah seorang peneliti Yuji Yagi.
Meluncurkan EurekAlert, para peneliti menganggap bahwa kompleksitas geometris dari sistem patahan dapat mendorong pecahnya supershear secara persisten dan diperkuat oleh evolusi selip seperti pola ulat Inchworm yang berulang.
Temuan ini diklaim memiliki implikasi yang signifikan mengenai penilaian dampak gempa bumi masa depan dan bencana terkait.
Sebagai contoh, penulis menyarankan bahwa selip yang mereka deteksi di bawah Teluk Palu mungkin telah berkontribusi pada pembentukan tsunami Palu pada tahun 2018, yang menambah dampak gempa bumi.
(jps / DAL)