TEMPO.CO, jakarta – Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menilai pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) gagal melaksanakan agenda reforma agraria.
“Tujuan utama reforma agraria di Indonesia adalah memperbaiki sistem penguasaan tanah, menyelesaikan konflik agraria struktural, dan menjadi sumber kemakmuran,” kata Dewi dalam diskusi Reforma Agraria Menuju Perubahan Politik 2024 yang diselenggarakan pada Rabu, 25 Januari 2023. .
Dewi menjelaskan, cita-cita ideal tersebut tidak dijadikan indikator oleh Presiden Jokowi di lapangan. “Yang sebenarnya menjadi indikator adalah jumlah sertifikat, seolah-olah reforma agraria sama dengan sertifikasi tanah,” bantahnya.
Meski penting, lanjutnya, legalisasi hak atas tanah hanyalah bagian kecil dari proses reforma agraria.
“Pertama, restrukturisasi lahan. Tunjukkan keberpihakan. Berapa hektar lahan untuk petani, berapa hektar lahan untuk perusahaan,” kata Dewi menambahkan, pembagian lahan ke petani tidak boleh dilakukan sembarangan tetapi harus memperhitungkan skala ekonomi.
Masalah lain dari reforma agraria yang gagal dilaksanakan oleh Presiden adalah penyelesaian konflik agraria. “Berapa banyak konflik agraria yang diselesaikan selama delapan tahun Jokowiadministrasi?” dia bertanya.
Isu terakhir, kata Dewi, adalah soal klaim lahan dan kawasan hutan milik negara. “Berdasarkan catatan KPA, dari sekitar 100 konflik pertanian BUMN dan klaim kawasan hutan, tidak ada satu pun yang diselesaikan. Seharusnya negara membebaskan masyarakat yang berada di kawasan yang diklaim sebagai kawasan hutan,” tegasnya.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Klik disini untuk mendapatkan update berita terbaru dari Tempo di Google News